Berbagai Faktor yang Memaksa Jorge Lorenzo Pensiun dari MotoGP
- 20/12/2019
1,170 views
Hujaman cedera datang bertubi-tubi
Jorge Lorenzo, pembalap Repsol Honda yang telah memenangkan tiga gelar juara dunia MotoGP, mengumumkan akan menyudahi karir balapnya di musim 2019 ini. Saat konferensi pers yang diadakan sebelum lomba final di Valencia, ia mengatakan bahwa ia sudah tidak bisa lagi bersaing secara kompetitif akibat cedera kambuhan dan mengalami kesulitan untuk menjaga semangat membalapnya tetap berkobar.
Mari kita mundur sebentar. Lorenzo, yang didatangkan dari Ducati ke Repsol Honda dengan nilai kontrak yang fantastis sebelum musim 2019 dimulai, mengalami kemalangan yang luar biasa musim ini yang dimulai dari cedera yang ia dapatkan di latihan pra-musim, di mana cedera pergelangan tangan yang ia alami sejak GP Thailand musim sebelumnya belum benar-benar sembuh. Kemudian dalam sesi latihan bebas menjelang GP Qatar, balapan pertama musim 2019, ia terjatuh dan melukai tulang iganya. Tak lama, saat tes di Catalonia pada bulan Juni, ia terjatuh lagi, terjungkal dari arah depan, dan menghantam bagian air fence pinggir sirkuit dalam kecepatan tinggi. Setelah itu, ia terlibat kecelakaan lagi di balapan ke-8 di Belanda dan mengalami retak tulang belakang yang cukup parah dan berpotensi tinggi merenggut nyawanya. Jika diibaratkan gelas, ia sudah pecah dan hancur berkeping-keping. Sangat sulit bagi saya harus melihat Lorenzo membalap di urutan belakang di balapan final.
Walaupun ia memiliki motor balap pabrikan paling perkasa di dunia, ia tidak bisa memaksimalkannya. Lorenzo pastinya merasa sedih dan malu karena tidak bisa menorehkan hasil yang bagus dan memberikan kepuasan pada tim, sponsor, dan penggemarnya di seluruh dunia. Saat ia mengumumkan pada dunia dalam konferensi pers di Valencia, saya melihat ada secercah senyum terbentuk di bibirnya yang mungkin pertanda bahwa ia lega bisa lepas dari segala tekanan dan beban yang menghantuinya.
Tiap kali seorang pembalap mengalami cedera, ia akan melambat sedikit demi sedikit
Saya tidak bisa membayangkan tekanan yang didapatkan seorang pembalap top di ajang balap kasta tertinggi.
Seorang mantan rider WGP pernah berkata, “Tiap kali seorang pembalap mengalami cedera, ia akan melambat sedikit demi sedikit.” Akumulasi dari seluruh cedera fisik yang dialami seorang rider membuatnya tidak bisa mengendalikan tubuhnya seperti dahulu kala. Selain itu, secara tidak sadar ia kehilangan adrenalin dalam balapan. “Saya sangat ketakutan,” ujar Lorenzo sesaat setelah ia kecelakaan di Assen. Tentu banyak rider yang bisa bangkit setelah mengalami kecelakaan, tetapi karir panjang Lorenzo yang ia mulai sejak usia 15 tahun di ajang WGP125 telah membebankan tubuh dan pikirannya terlalu lama.
Kesulitan untuk beradaptasi dengan motor
Dalam beberapa tahun terakhir, Lorenzo mengalami kesulitan beradaptasi dengan motornya. Pada 2017, ia pindah ke Ducati dari Yamaha. Ia mengaku kebingungan dengan perbedaan kedua motor yang ia tunggangi yang menurutnya sangat bertolak belakang. Ia akhirnya berhasil menaklukkan motornya dengan memenangkan GP Italia pada Juni 2018. Sebenarnya, kemenangan itu terjadi di waktu yang kurang tepat karena tak lama ia mengumumkan akan pindah ke Honda.
Memasuki 2019, Lorenzo tidak sabar untuk menggeber RC213V, motor paling diinginkan di MotoGP saat ini. Namun, sepertinya motor ini malah lebih sulit ditaklukkan.
Marquez yang perkasa
Kehadiran Marc Marquez, dengan kecepatan dan talentanya yang tak terkalahkan, sebagai rekan tim mungkin terlalu berlebihan bagi Lorenzo. Hal ini bukan hanya masalah tekanan mental. Sepertinya, RC213V memang dibuat dengan spek khusus untuk sang juara bertahan Marquez. Buktinya adalah rider Honda lainnya, seperti Cal Crutchlow dan Nakagami, juga mengalami kesulitan dengan motor ini, dan komentar mereka seputar RC213V mengindikasikan memang motor ini sulit untuk dikendarai.
Motor MotoGP memang menjadi semakin perkasa beberapa tahun belakangan. Hal ini mungkin dapat disebabkan oleh mesinnya, tetapi untuk RC213V, tantangan terbesarnya adalah mendapatkan daya cengkram yang bagus di ban depan. Hanya Marquez yang bisa terus melaju dengan meraih keseimbangan dari teknik elbow sliding (posisi menikung dengan lengan turun menyentuh aspal) dan sliding ban depan. Banyak pihak yang percaya bahwa teknik seperti ini sungguh berbahaya, tetapi di dunia balap satu-satunya hal yang penting adalah hasil.
Lorenzo tidak punya waktu banyak untuk menjinakkan RC213C
Well, jika Anda bilang Lorenzo kurang berbakat, jawabannya adalah ‘TIDAK”. Faktanya, ia adalah satu-satunya pembalap yang bisa memecundangi Marquez dalam perebutan gelar juara dunia MotoGP 2015. Tahun itu adalah tahun ke-7 Lorenzo di Yamaha sekaligus tahun terbaiknya.
Kehebatan Lorenzo, yang merupakan juara WGP250 dua tahun berturut-turut, terletak pada gaya balapnya yang halus saat melibas tikungan dalam kecepatan tinggi. Gaya riding seperti itu cocok dengan motor Yamaha. Dengan daya cengkram ban depan yang kuat ia bisa melibas tikungan dengan kemiringan yang ekstrem.
Walaupun demikian, RCV213 terbaru mungkin memang tidak sesuai untuk gaya balap Lorenzo dan ia juga tidak punya waktu yang cukup untuk menyesuaikan motor sesuai dengan keinginannya. Andai bisa, saya dan para penggemar ingin sekali Lorenzo bertahan satu tahun lagi di Honda agar bisa melihat hasilnya, tapi hal seperti itu sangatlah egois bagi Lorenzo.
Jika bisa, saya ingin lihat Lorenzo membalap seperti dulu
Walau Lorenzo mengatakan bahwa ia sudah mantap mundur dari ajang balap profesional, kemungkinan besar ia akan mendapatkan tawaran untuk menjadi test rider dari tim pabrikan lainnya, seperti yang dilakoni Dani Pedrosa. Sang kompatriot beralih menjadi test rider KTM setelah meninggalkan Repsol Honda musim lalu dan kabarnya Pedrosa membawa perubahan besar dalam proses pengembangan motor balap KTM. Karena Lorenzo masih berusia 32 tahun, saya pribadi berharap ia akan kembali membalap dengan aktif di ajang Superbike.
Pensiunnya Lorenzo sangatlah disesalkan, tetapi apapun yang terjadi, ia tetap juara yang hebat. Saya ingin Lorenzo memulihkan fisik dan mentalnya secara perlahan-lahan sehingga ia bisa kembali ke dunia balap dengan ceria dan penuh tenaga. Dan jika bisa, saya ingin menyaksikannya melibas trek dengan gayanya yang agresif sekali lagi.
Ditulis oleh: Kenny Sagawa
Posisi Klasemen Usai 8 Hours of Sepang
Lewis Hamilton dan Valentino Rossi Bertukar Peran untuk Satu Hari #LH44VR46